
Judul: Dilan: Dia Adalah Dilanku Tahun 1990
Penulis: Pidi Baiq
Penerbit: DAR! Mizan
Tebal: 332 halaman
Tahun Terbit: 2014 Rating: 4/5
Penulis: Pidi Baiq
Penerbit: DAR! Mizan
Tebal: 332 halaman
Tahun Terbit: 2014 Rating: 4/5
Paperback Quotes:
"Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Enggak tahu kalau sore. Tunggu aja" (Dilan 1990)
"Milea, jangan pernah bilang ke aku ada yang menyakitimu, nanti, besoknya, orang itu akan hilang." (Dilan 1990)
"Cinta sejati adalah kenyamanan, kepercaayaan, dan dukungan. Kalau kamu tidak setuju, aku tidak peduli." (Dilan 1990)
"Dilan, Dia adalah Dilanku 1990" merupakan karya Pidi Baiq yang pertama kali saya nikmati, jadi saya berusaha untuk tidak menaruh ekspektasi yang berlebihan pada buku ini. Saya membeli buku ini atas rekomendasi dari salah satu teman saya yang juga gemar membaca buku seperti saya. Dia bilang "Mi, coba baca Dilan karyanya Pidi Baiq deh. bahasanya ringan banget, ngga begitu rumit, dan sangat anak muda". Dan ya, saya memutuskan untuk membeli buku ini, tapi buku ini sulit sekali saya dapatkan karena selalu saja sold out dan memang sedang digemari oleh beberapa pembaca. Ketika saya mendapatkan buku ini, saya excited sekali untuk membaca sinopsisnya terlebih dahulu. Well, ternyata buku ini tidak memiliki sinopsis, tetapi ada quotes beserta testimoni yang ada di bagian belakang buku. Cerita "Dilan, Dia adalah Dilanku 1990" ini sederhana, yakni tentang Dilan, seorang siswa SMA Negeri bandung yang jatuh cinta kepada gadis bernama Milea Adnan Husein; seorang siswi baru pindahan dari Jakarta. Tidak mengetahui bahwa Milea mempunyai seorang pacar di ibu kota, Dilan pun melakukan berbagai cara untuk mendekati Milea.
Novel ini bisa dibilang merupakan teenlit. Hanya saja, setting-nya pada tahun 1990, di mana banyak pohon masih berdiri gagah, jalanan masih sepi, dan tidak banyaknya pusat perbelanjaan membuan Bandung—seperti yang dideskripsikan pada novel ini—lebih terasa romantis. Terlebih lagi keterbatasan penggunaan ponsel dan internet, jadi nggak ada drama-drama ala cewek zaman sekarang. But, hei! Bukan berarti novel ini nggak ada drama semacam itu, lantas novel ini jadi nggak asik lho. Novel "Dilan, Dia adalah Dilanku 1990" ini tidak banyak narasinya, novel ini lebih banyak dialog yang diciptakan Pidi Baiq dengan tata cara penulisan sedikit baku yang malahan menjadi ciri khas dari Pidi Baiq. Dialog-dialog antara Dilan dan Milea sukses membuat saya senyum-senyum, gemas, dan ikutan malu-malu—seolah-olah saya yang diajak ngobrol oleh Dilan. Belum lagi beberapa tingkah Dilan kepada Milea yang... duh jadi ingin berada di posisi Milea yang diperlakukan sebegitunya oleh Dilan.
Dilan memang berbeda dari cowok pada umumnya, bisa dibilang unik. Nyeleneh, tapi sangat sayang pada Bundanya dan tentu saja Milea. Dilan, Ia adalah salah satu anggota geng motor yang terkadang terlibat tawuran antar sekolah. Nakal, tetapi tidak brengsek. Ia tidak takut untuk bertidak membela sesuatu yang benar. Karena sikapnya yang nyeleneh itulah, cara-cara yang dipakai Dilan untuk merebut hati Milea pun tidak biasa dan membuat saya iri pada Milea saat membaca novel ini. Bagian paling unik yang dilakukan Dilan adalah pada hari ulang tahun Milea, Dilan memberikan TTS yang sudah diisi penuh olehnya sebagai kado, alasannya adalah karena Dilan tidak ingin Milea pusing mengisinya. Atau ketika Milea jatuh sakit, Dilan mengirimkan tukang pijit langganannya ke rumah Milea untuk memijit gadis pujaannya itu. Satu hal lagi yang bikin saya naksi berat sama Dilan, yaitu ketika Ia begitu dekat dengan bundanya layaknya teman dan tidak pernah malu untuk menceritakan tentang Milea kepada bunda kesayangannya itu. Di samping itu, Dilan juga suka menulis puisi. Ada salah satu pusisi buatannya yang ditujukan untuk Milea:
Milea 1Bolehkah aku punya pendapat?Ini tentang dia yang ada di bumiKetika Tuhan menciptakan dirinyaKukira Dia ada maksud mau pamer
Milea pada awalnya merasa risih dan terganggu dengan kelakuan Dilan yang tidak masuk di akal itu, apalagi pada saat itu Ia sedang menjalani hubungan jarak jauh oleh Beni—pacarnya yang berada di ibu kota itu. Ia pun mulai merasa bersalah dan bingung karena sesungguhnya Ia mulai menikmati segala perlakuan nyeleneh Dilan terhadap dirinya.
Novel ini diceritakan dari sudut pandang Milea, secara pribadi saya merasakan apa yang dialami oleh Milea—termasuk ketika Ia dan Dilan memulai percakapan-percakapan absurd, tapi manis banget! Di sisi lain, saya sebagai pembaca wanita, saya jadi merasa sangat dihargai oleh seorang pria seperti Dilan melalui perilaku serta ucapan-ucapannya kepada Milea.
"Lia, kalau kamu merasa tidak kuperhatikan, maaf, aku sibuk memantau lingkunganmu, barangkali ada orang mengganggumu, kuhajar dia!"
"'Aku pernah meramal kamu nanti akan naik motorku", kata Dilan. "Ingat?""Iya"."Bantu aku"."Bantu apa?""Mewujudkannya."
Nah, kan, coba ajarkan saya bagaimana untuk tidak jatuh cinta sama Dilan!"Nah, sekarang kamu tidur. Jangan begadang. Dan, jangan rindu"."Kenapa?" kutanya."Berat", jawab Dilan. "Kau gak akan kuat. Biar aku saja".
0 komentar:
Posting Komentar